TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mata warga dunia tertuju ke Gereja Westminster Abbey, London, 29 April lalu. Kala itu, Pangeran William menikahi Kate Middleton, upacara sakral yang disebut sebagai pernikahan spektakuler abad ini dan dalam tradisi monarki Inggris. Tapi Indonesia tidak kalah. Pernikahan Gusti Kanjeng Ratu Bendara dan Kanjeng Pangeran Harya Yudanegara dari Kesultanan Ngayogyakarta Oktober nanti mirip pernikahan kerajaan Inggris.
Tetap menganut paham, tradisi, dan pakem keraton, pernikahan putri bungsu Sri Sultan Hamengkubowono X dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas bakal mengusung konsep kirab. GKR Bendara atau akrab disapa Jeng Reni, membocorkan prosesi pernikahannya bakal meniru pernikahan putri Hamengkubowono VII.
"Kali ini kami mengadopsi dulu yang pernah dipakai Sri Sultan Hamengkubowo VII di mana dulu ada kirab yang kita lakukan dari Keben menuju Kepatihan. Di Kepatihan kami akan menjalani resepsi di malam hari," ujar Jeng Reni kepada wartawan di rumah dinas GKR Hemas, Jalan Denpasar 19, Kuningan, Jakarta, Kamis (28/7/2011).
Yang menarik dalam pernikahan nanti, kedua mempelai akan menaiki kereta pusaka yang dikenal dengan Kereta Kyai Jongwiyat. Kereta ini beratap terbuka dan beroda empat. Kabarnya, Jalan Malioboro bakal ditutup sementara untuk mempersilakan Kereta Kyai Jongwiyat melintas.
"Mungkin, gambarannya seperti kereta yang ditunggangi pasangan Pangeran William dan Kate Middleton. Tapi ini William dan Kate ala Jawa," canda salah satu tim media pernikahan GKR Bendara dan KRH Yudanegara, Siane Indriani. Dengan begitu, seluruh rakyat Yogyakarta bisa melihat kedua mempelai dengan jelas.
Wajar jika Jeng Reni menyebut pernikahannya dengan pria asal Lampung itu disebut juga dengan pesta rakyat. Ia berharap, pernikahannya menjadi momen baik meningkatkan ekonomi warga Yogyakarta: pasa satu sisi sebagai pernikahan kolosal, dan sisi lain menumbuhkan pariwisata Yogyakarta.
Semuanya made in Yogyakarta. Demikian sebut Bendara menceritakan bagaimana proses pengadaan undangan, sampai suvenir diambil dari kerajinan Yogyakarta. Dari kostumnya, Bendara dan Yudanegara akan mengusung teman putih dan oranye. Oranye dipilih lantaran warna kesukaan Jeng Reni.
Mengingat proses pernikahan akan berjalan pagi hari, kedua mempelai ini akan menyebarkan 1.500 undangan. Undangan tersebar untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, pejabat negara, Duta Besar negara asing untuk Indonesia, dan utusan kesultanan seluruh nusantara.
Malam harinya, kedua mempelai akan mengenakan kostum warna hijau yang mewakili warna keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Mereka yang hadir untuk acara malam hanya 1.000 undangan, di mana warga Yogyakarta juga bisa menyaksikan prosesi yang lebih dominan dengan tari-tarian.
Bendara yang memiliki nama asli Gusti Raden Ajeng Nur Astuti Wijareni, mengaku pernikahannya sengaja dibuat 16 sampai 18 Oktober, karena menurut perhitungan Jawa adalah hari baik. Hari yang juga memadukan hari ulang tahun mereka berdua. "Dan memang cocoknya hari itu," ungkap Jeng Reni.
Saat kirab nanti, calon kedua mempelai yang meneguhkan cinta sehidup-semati di acara Javajazz 2007 silam ini, akan memilih kostum warna ungu dan malam harinya menggunakan warna hitam. Tak banyak yang dilibatkan dalam acara pernikahan sakral nanti, kecuali cukup melibatkan keluarga besar keraton.
Bahkan, untuk menjadikan pesta pernikahannya ini bukan pernikahan biasa, Bendara dan Yudanegara sudah mengoordinasikan dengan Dinas Pariwisata setempat, dari mulai hotel dan penginapan. Pasalnya, pernikahan ini akan menjadi even budaya.
"Jadi konsepnya nanti, rakyat Jogjakarta menyambut pernikahan ini tapi juga ada unsur pariwisata. Kita juga sudah mempromosikan pernikahan ini keluar negeri. Makanya kita menyebutnya dengan pesta rakyat," ucap Jeng Reni yang dipuji Yudanegara karena jago memasak ikan salmon dan pasta ini.
Tetap menganut paham, tradisi, dan pakem keraton, pernikahan putri bungsu Sri Sultan Hamengkubowono X dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas bakal mengusung konsep kirab. GKR Bendara atau akrab disapa Jeng Reni, membocorkan prosesi pernikahannya bakal meniru pernikahan putri Hamengkubowono VII.
"Kali ini kami mengadopsi dulu yang pernah dipakai Sri Sultan Hamengkubowo VII di mana dulu ada kirab yang kita lakukan dari Keben menuju Kepatihan. Di Kepatihan kami akan menjalani resepsi di malam hari," ujar Jeng Reni kepada wartawan di rumah dinas GKR Hemas, Jalan Denpasar 19, Kuningan, Jakarta, Kamis (28/7/2011).
Yang menarik dalam pernikahan nanti, kedua mempelai akan menaiki kereta pusaka yang dikenal dengan Kereta Kyai Jongwiyat. Kereta ini beratap terbuka dan beroda empat. Kabarnya, Jalan Malioboro bakal ditutup sementara untuk mempersilakan Kereta Kyai Jongwiyat melintas.
"Mungkin, gambarannya seperti kereta yang ditunggangi pasangan Pangeran William dan Kate Middleton. Tapi ini William dan Kate ala Jawa," canda salah satu tim media pernikahan GKR Bendara dan KRH Yudanegara, Siane Indriani. Dengan begitu, seluruh rakyat Yogyakarta bisa melihat kedua mempelai dengan jelas.
Wajar jika Jeng Reni menyebut pernikahannya dengan pria asal Lampung itu disebut juga dengan pesta rakyat. Ia berharap, pernikahannya menjadi momen baik meningkatkan ekonomi warga Yogyakarta: pasa satu sisi sebagai pernikahan kolosal, dan sisi lain menumbuhkan pariwisata Yogyakarta.
Semuanya made in Yogyakarta. Demikian sebut Bendara menceritakan bagaimana proses pengadaan undangan, sampai suvenir diambil dari kerajinan Yogyakarta. Dari kostumnya, Bendara dan Yudanegara akan mengusung teman putih dan oranye. Oranye dipilih lantaran warna kesukaan Jeng Reni.
Mengingat proses pernikahan akan berjalan pagi hari, kedua mempelai ini akan menyebarkan 1.500 undangan. Undangan tersebar untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, pejabat negara, Duta Besar negara asing untuk Indonesia, dan utusan kesultanan seluruh nusantara.
Malam harinya, kedua mempelai akan mengenakan kostum warna hijau yang mewakili warna keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Mereka yang hadir untuk acara malam hanya 1.000 undangan, di mana warga Yogyakarta juga bisa menyaksikan prosesi yang lebih dominan dengan tari-tarian.
Bendara yang memiliki nama asli Gusti Raden Ajeng Nur Astuti Wijareni, mengaku pernikahannya sengaja dibuat 16 sampai 18 Oktober, karena menurut perhitungan Jawa adalah hari baik. Hari yang juga memadukan hari ulang tahun mereka berdua. "Dan memang cocoknya hari itu," ungkap Jeng Reni.
Saat kirab nanti, calon kedua mempelai yang meneguhkan cinta sehidup-semati di acara Javajazz 2007 silam ini, akan memilih kostum warna ungu dan malam harinya menggunakan warna hitam. Tak banyak yang dilibatkan dalam acara pernikahan sakral nanti, kecuali cukup melibatkan keluarga besar keraton.
Bahkan, untuk menjadikan pesta pernikahannya ini bukan pernikahan biasa, Bendara dan Yudanegara sudah mengoordinasikan dengan Dinas Pariwisata setempat, dari mulai hotel dan penginapan. Pasalnya, pernikahan ini akan menjadi even budaya.
"Jadi konsepnya nanti, rakyat Jogjakarta menyambut pernikahan ini tapi juga ada unsur pariwisata. Kita juga sudah mempromosikan pernikahan ini keluar negeri. Makanya kita menyebutnya dengan pesta rakyat," ucap Jeng Reni yang dipuji Yudanegara karena jago memasak ikan salmon dan pasta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar